Pro dan kontra program registrasi kartu SIM prabayar dengan menyertakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) belum juga usai. Jaringan penggerak kebebasan berekspresi online se-Asia Tenggara, SAFEnet, mengungkapkan perhatiannya terhadap keamanan semua data registrasi tersebut. Koordinator regional SAFEnet, Damar Juniarto, mempertanyakan kesiapan
pemerintah untuk melindungi semua data pribadi yang terkumpul dalam
program registrasi kartu SIM tersebut. Selain itu ia meminta pemerintah untuk memperjelas tujuan registrasi
kartu SIM, serta mekanisme, uji keamanan dan bentuk perlindungan
terhadap seluruh data tersebut.
Damar mengungkapkan NIK dan KK berisi banyak informasi tidak hanya
tentang seseorang, tapi seluruh keluarganya. Setiap NIK Warga Negara
Indonesia (WNI) berisi tujuh informasi penting yaitu kode provinsi,
kota/kabupaten, kecamatan, tanggal, bulan dan bulan lahir, serta nomor
komputerisasi.
![]() |
Data pada NIK (Foto: SAFEnet)
|
Informasi yang tertera pada KK pun tak jauh berbeda, tapi memang
lebih rinci karena berisi informasi seperti nama ibu kandung,
pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan.
"Jadi itu dapatnya banyak, satu NIK dapat keping informasinya tidak hanya satu, tapi cluster
informasi," kata Damar dalam acara diskusi publik Undang-Undang
Perlindungan Data Pribadi di Perpustakaan Nasional, baru-baru ini.
Secara keseluruhan, semua data tersebut menghasilkan profil lengkap. Kartu SIM berisi ipv4/6 yaitu serangkaian nomor identitas di setiap perangkat, semacam pengenal individual yang unik.
Selain itu, pemerintah juga mendapatkan data demografi dan sebaran
anggota keluarga dan usianya, status sosial ekonomi dan status
perkawinan.
"Kalau kita bicara soal profil yang dikumpulkan, ini cukup besar ya.
Saya rasa cukup adil bahwa di samping nilai guna dari registrasi yang
sudah disampaikan pemerintah, kita harus cermati berbagai aspek lain,"
tutur Damar.
Damar meminta para pembuat kebijakan untuk mencermati tiga aspek lain dari program registrasi kartu SIM yaitu keamanan data, mitigasi dan perlindungan.
Menurutnya, pemerintah harus memperhatian tentang keamanan data dan
menjelaskan bentuk mitigasi bila terjadi kebocoran atau pelanggaran
keamanan.
Belajar dari sejumlah insiden kebocoran data, Damar berharap
pemerintah bisa lebih terbuka dan menyiapkan regulasi perlindungan data
pribadi.
"Kalau memang bilang datanya tidak akan bocor, apakah pernah
melakukan uji keamanan data? Untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan, saya berharap UU Perlindungan Data Pribadi untuk
disegerakan," ungkapnya.
Penyebab RUU Perlindungan Data Pribadi Belum Sampai di DPR
Meutya memperkirakan penyebab RUU belum juga diajukan karena ada
kendala di sektor kementerian. Seperti diketahui, harmonisasi RUU ini
melibatkan beberapa kementerian termasuk Kemenkominfo, Kementerian Hukum
dan HAM, serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Dugaan saya karena ini melibatkan beberapa sektor kementerian.
Mungkin komunikasi antarsektor terkait ini belum 100 persen selesai.
Saya berharap ini bisa cepat selesai," sambungnya.
Ditegaskan Meutya, prioritas pembahasan peraturan di DPR tergantung
pada tuntutan publik. Mengingat saat ini masyarakat tengah gencar
menyuarakan perlindungan data pribadi terkait program registrasi kartu
SIM, ia menilai sekarang adalah saat yang tepat bagi pemerintah untuk
mengajukan RUU terkait.
"Ini momentumnya pas sekali, kami akan kejar untuk UU itu. Kepedulian
publik sangat dibutuhkan untuk mempercepat segala proses, termasuk
untuk UU ini," tutur politikus Partai Golkar tersebut.